SUMMARY DAN BOOK REVIEW
MATAHARI PEMBARUAN: REKAM JEJAK KH.AHMAD DAHLAN
Summary
Buku
yang berjudul “ Matahari Pembaruan: Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan” karya HM
Nasruddin Anshoriy Ch, didalamnya terdapat lima bagian
pembahasan. Pada bagian pertama berisi biografi dan pemikiran Ahmad Dahlan. Jika beliau
ditarik secara silsilah bertemu pada salah satu walisanga yaitu Maulana Malik
Ibrahim, dan Ahmad Dahlan adalah keturunan ke-12. Nama kecil beliau adalah
Muhammad Darwis. Beliau adalah seorang ulama, pembaharu sekaligus pahlawan nasional.
Beliau menjadi ketib amin tahun 1896 di Masjid Besar Yogyakarta, gajinya yang
kecil sebesar tujuh gulden sehingga beliau sembari menjadi pedagang batik.
Biografi sosial beliau
dapat dilihat dari keadaan sosial-kultural dimana terdapat beberapa penyimpangan
dalam ajaran Islam, sebab ajaran Islam yang disiarkan oleh para wali
belum sempurna. Dalam artian hanya sebatas ibadah, belum sampai kepada taraf
memberikan ajaran yang termuat dalam Al-Qur’an secara utuh. Sehingga tumbuhlah
rasa kecemasan pada diri Ahmad Dahlan dan berusaha memurnikan ajaran agama
Islam.
Sedangkan biografi pendidikan yang
dipaparkan dalam buku adalah beliau belajar pada ayahnya sendiri. Dan melanjutkan menuntut ilmu pada KH.
Muhammad Saleh (fiqih), KH. Muhsin (nahwu), dan KH. Abdul Hamid di Lempuyangan.
Saat menunaikan ibadah haji beliau berumur 15 tahun dan menetap selama lima
tahun. Di Mekah beliau menuntut ilmu pada banyak ulama. Salah satu ulama yang
terkenal yaitu Syaikh Ahmad Khatib al -Minangkabawi
yang menetap di Mekah dan andalan bagi ulama-ulama asal Indonesia pada abad
ke-20. Beliau pun melanjutkan menuntut ilmu ke Kairo. Saat
itu Mesir terkenal dengan ulama-ulama pembaharu seperti Muhammad Abduh,
Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Rasyid Ridho.
Beliau pun banyak mendapatkan pemikiran Islam modern tersebut.Dan
beliau membaca karya-karya mereka,
sehingga ikut mempengaruhi pemikirannya. Semakin kerasnya bisikan-bisikan
pembaharuan tersebut maka ketika beliau berada di tanah air membuat
pembaruan-pembaruan di lingkungan Masjid Keraton Yogyakarta. Ulama tradisional
merasa disepelekan namun beliau tetap tidak mundur. Sepulang dari tanah suci
yang pertama nama Muhammad Darwis diubah menjadi Ahmad Dahlan.
Dengan adanya
pemikiran-pemikiran modern, maka beberapa
langkah-langkah pembaharuannya adalah mengubah arah kiblat yang terjadi pada
tahun 1898, dan hal ini mengundang rasa tidak senang dan tidak sepakat oleh
Kiai Penghulu HM Kholil Kamaludiningrat dan memerintahkan agar masjid tersebut
dibongkar. Selain itu beliau turut memberikan sumbangsihnya, pada pendidikan
dan ilmu agama hal ini terwujud pada tahun 1911. Serta didirikannya
Muhammadiyah di Nusantara pada tahun 1912, yang mempunyai tujuan agar umat
Islam kepada Al-Qur’an dan Hadist. Tahun 1903 beliau menunaikan ibadah haji
untuk kedua kali kali dan menetap selama dua tahun. Beliau kembali mendalami
ilmunya pada guru-guru di haji pertama beliau sembari secara reguler mengadakan
hubungan dan sosial-keagamaan dengan para ulama Indonesia yang lama bermukim di
Arab Saudi.
Di bagian kedua
dalam buku ini, memaparkan pembangunan etika masyarakat madani. Hal ini
dilakukan oleh Ahmad Dahlan berupa pengamalan Q.S Al-Ma’un merupakan dimana
tidak hanya membaca surat tersebut, namun merealisasikannya di kehidupan
sehari-hari. Adanya era transformasi umat, dimana masa awal-masa awal
pergerakan gerakan Kiai Ahmad Dahlan merupakan suatu era ilmu. Adanya sinergi
antara ilmu pengetahuan dengan agama, hal ini dibuktikan dengan didirikannya
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Menurut beliau pemisahan antara agama
dan ilmu pengetahuan adalah akibat dari kolonialisme.
Adanya pembaruan agama
untuk kebangkitan nasional, kelahiran Muhammadiyah bertugas menghilangkan
suasana yang penuh kesuraman dan kepudaran yang melingkupi kehidupan agama
Islam di Indonesia. Muhammadiyah berhubungan erat dengan organisasi politik
yang berorientasi nasionalis seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam. Organisasi
ini berhubungan erat dengan partai politik Islam Masyumi pada era Soekarno.
Pada bagian ketiga,
menjadi Muhammadiyah melihat kembali pada sosok Ahmad Dahlan. Beliau adalah
seseorang yang berjiwa pergerakan, selain hal tersebut beliau merupakan
pedagang ulet. Saat beliau berdagang batik juga menemui alim ulama di sana
untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran tentang ajaran agama dan keadaan umat
Islam di Indonesia. Beliau mengajak para ulama untuk menilai pelaksanaan ajaran
Islam, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau belum. Para alim ulama diajak untuk
memperbaiki keadaan umat Islam dan meningkatkan pengetahuannya.
Bagian keempat, saat ini Muhammadiyah
menginjak era Satu Abad seharusnya lebih matang, cerdas, dan besar. Para
anggota Muhammadiyah sudah sepatutnya sejenak bernostalgia perihal Ahmad
Dahlan. Dimana beliau mencoba melawan tradisi umat Islam dan rakyat negeri ini.
Untuk sekarang, banyak hal yang harus dibenahi seperti “Revolusi Kebudayaan”, tauhid sosial,
kebangkitan kembali, dan agenda satu abad. Sehingga muncul Muhammadiyah jilid
tiga yang bertumpu pada intelektual dan keberpihakan terhadap penderitaan.
Selama ini munculnya pengklaiman “Al Qur’an dan Al-Hadist adalah harga mati”
yang melekat pada keagamaan Muhammadiyah. Namun jika dilihat, sesungguhnya Ahmad Dahlan berusaha memberikan tafsir
secara kontekstual dan menggunakan akal serta realitas sosial. Dan munculnya
kaum muda tersebut untuk melepaskan dari dominasi kaum konssrvatif dalam
Muhammadiyah. Kaum konservatif tidak lagi progresif menangkap terhadap tanda-tanda zaman.
Mereka terjebak pada aktivitas amal usaha
praktis yang menjadi semacam ritual, seakan-akan tanpa kendali sehingga tidak
memperhatikan kendali mutu dan paradigma keilmuan yang jelas.
Bagian kelima
berisi mutiara kata KH. Ahmad Dahlan seperti pemberian nama Muhammadiyah,
dititipkannya Muhammadiyah, memajukan Muhammadiyah, kewajiban setiap orang ,
kemunduran umat, jadilah dokter, dokter perempuan, dan lain-lain.
Review Book
Buku “ Matahari Pembaharuan” cukup bagus
dari segi bahasa, bahasa yang digunakan dalam penulisan mudah untuk diserap, sehingga
pembaca lebih mudah memahami. Dari segi isi,
sangat mendidik dan buku ini memuat dari lahirnya Ahmad Dahlan sampai
perkembangan Muhammadiyah sehingga mengerti tujuan awal Muhammadiyah didirikan
dan biografi serta pemikiran Ahmad Dahlan,. Selain itu hal
yang menarik adalah pada bab kelima yang
memuat kata mutiara beliau. Salah satunya yang begitu
mengena adalah ajakan agar kaum wanita tetap belajar dan belajar.
Dan mendorong agar wanita sudah saatnya untuk belajar dan
tampil, namun guna keperluan kaum wanita sendiri. Dari kata mutiara ini dapat diambil kesimpulan bahwa wanita juga diwajibkan
untuk menuntut ilmu.
Namun dalam buku ini terdapat juga
beberapa kekurangan, seperti tidak dilengkapi biografi
penulis, sehingga tidak mengetahui karya apa saja yang pernah ditulisnya dan
tidak mengetahui kiprahnya sehingga tidak mengetahui keterkaitan penulis dengan
tema.
Tidak tercantumnya tahun lahir Ahmad
Dahlan, sedangkan dapat kita ketahui tahun kelahiran adalah hal yang penting. Dan
hal ini tampaknya luput dari pengamatan penulis. Pada referensi lain disebutkan bahwa beliau terlahir pada 1868.[1]
Selain itu isi dari buku ini lebih mengarah pada Muhammadiyah dibandingkan
dengan Ahmad Dahlan sehingga agak tidak sesuai denagan judul buku.
Beberapa peristiwa pun tidak tertulis
dalam buku ini, seperti penggantian nama Muhammad Darwis menjadi Ahmad Dahlan. Pada salah satu referensi nama
Ahmad Dahlan merupakan pemberian dari gurunya yaitu Sayyid Bakri Syatha’
setelah selesai melaksanakan ibadah haji. Di dalam buku ini
tidak
disebutkan secara rinci kitab-kitab yang dibaca oleh Ahmad
Dahlan,
sedangkan kitab-kitab tersebut turut mengambil andil dalam pemikiran beliau, beberapa kitab-kitab tersebut
sebagai berikut:
1.
Kanz
al-Ulun
2.
Risalat
Tauhid karangan Muhammad Abduh
Hebat orang yang suka bedah buku. Bukan hanya isi, namun gaya bahasanya pun dicermati. Buku setebal apapun dijabanin untuk dibaca. Salam kenal ya, namaku walidin dan jangan sungkan main ke blogku
ReplyDelete